Selasa, 17 November 2009

Pewaris Budaya Bangsa


Berbanggalah menjadi bangsa Indonesias yang memiliki kekaayaan alam dan budaya.Tetapi jangan hanya cukup dengan rasa bangga itu saja tanpa diikuti untuk turut menjaga existensi kekayaan alam dan budaya tersebut. Sebagai bangsa yang cukup besar kita tak akan mau bila icon budaya diambil alih oleh pihak lain. Semangat  mempertahankan dan reaksi untuk  mengklaim ulang milik kita sendiri mulai sambung menyambung menjadi satu terdengar di nusantara.
Tapi upaya apa yang telah kita lakukan terhadap kekayaan budaya yang lainnya. Apakah hanya dipertontonkan ke orang asing saja ? Apa sudah cukup dibuatkan tempat-tempat promosi pariwisata budaya bagi budaya tradisional/asli bangsa?
Sedangkan manfaat bagi kita sendiri sebagai pewaris hak budaya tersebut apa ?
Apakah hanya berpangku tangan menyaksikan dan mentertawakan keanekaragaman budaya tersebut ? Ataukah hanya cukup membanggakan diri dalam kegiatan-kegiatan di bidang akademis sebagai ucapan lesan saja. Ataukah harus perlu adanya usaha atau gerakan untuk kebanggan itu sendiri. Lalu, bentuknya yang bagaimana sesuai dengan versi kita sebagai "pewaris budaya bangsa" tersebut ?
Itu yang harus kita pikirkan bersama-sama. Okey !!

Terwujudkah Cita-Cita Nasional Bangsa ?


Kasihan para pendahulu kita dengan bersusah payah berjuang mendirikan negara kesatuan Republik Indonesia ini tanpa mengenal lelah dibawah penindasan bangsa Jepang. Kini negara yang sudah merdeka ini akankah terbengkalai bak perahu terombang-ambing oleh ombak. Saling berebut kepemimpinan dan saling berebut kekuasaan baik secara terang-terangan maupun  tersembunyi. Saling sikut kiri dan saling sikut kanan hanya demi sebuah ambisi. Kalaulah boleh aku bertanya, sudah siap dan pantaskah mereka menjadi seorang pemimpin bangsa sekaliber Sukarno, Moh. Hatta, Sultan Syahrir, Ki Hajar Dewantara, Sudirman, Moh. Yamin, dan yang lainnya ?
Jawabnya belum. Sebab kepemimpinan yang mereka peroleh bukan hasil dari ketulus ikhlasan seorang pejuang bangsa. Tapi hanya ambisi untuk menduduki level kekuasaan yang tertinggi.
Gonjang-ganjing politik bak crita dalam pewayangan. Antara satu kubu dengan kubu yang lain saling bersebrangan. Apakah ini wajah persatuan yang kita harapkan? Satu pemimpin besar bangkit tak lama waktupun mulai diungkit. Belum lama mereka menunjukkan kepemipinannya, pihak yang lain ingin unjuk kebolehannya.
Lalu kapan cita-cita nasional negara kita dapat terealisasikan ? Apakah hanya mimpi. Apakah hanya retorika saja? Percuma saja cita-cita dan tujuan nasional selalu dikumandangkan dalam setiap upacara bendera di sekolah-sekolah dan instansi pemerintahan. Tapi tak ada ketetapan  skala waktu untuk mewujudkannya. Salah siapakah itu ? Presiden, para Dewan Menteri, DPR, ataukah salah Pemimpin Partai Politik dan Organisasi Masyarakat  yang berceceran di bumi Pancasila ini. 
Apakah tak ada sebuah konsensus diantara mereka untuk menargetkan waktu terlaksanaanya "Cita-cita dan Tujuan Nasional" tersebut. Apa menunggu hari kiamat, ataukah memang tak mungkin terwujud dengan dalih "kesempurnaan hanya milik Tuhan".
Dulu ada "pelita" pada jaman kepemimpinan Presiden Soeharto, yang setiap tahapnya mengarah pada sasaran yang ingin dicapai hingga dalam sejarah bangsa  ada beberapa tahapan pelita. Dimana pada tahap akhir ditargetkan dengan tahapan "tinggal landas". Moment apa yang dapat kita catatdari sasaran tersebut. Apakah kita benar-benar telah mencapai great "tinggal landas" ataukah hanya "tinggal kandas" saja.
Terbukti program yang cukup masuk akal itu-pun akhirnya ditinggalkan dan diganti dengan berbagai macam program yang lain tanpa ada unsur untuk meneruskan "batu fondamen" yang telah dibangun.
Marilah kita sebagai generasi penerus bangsa, bersama-sama merapatkan barisan untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa  hingga "batas akhir" nantinya.